Rabu, 21 September 2016

Waktu Yang Tepat Mengucapkan "Subahanallah" dan "Masya Allah"

Islam mengajarkan kalimat-kalimat yang baik dalam segala suasana. Hal ini dikondisikan agar orang beriman selalu ingat dengan Allah dan dengan kalimat-kalimat itu pula, orang mukmin dikondisikan untuk selalu dekat dengan Allah.

Dua kalimat berikut sering diucapkan keliru dalam beberapa kondisi. Jika seseorang kagum dengan kekuasaan Allah kalimat apa yang tepat untuk diucapkan? "Subahanallah" atau "Masya Allah"?

Menurut para ulama, kalimat yang tepat untuk mengungkapkan rasa kagum atau takjub adalah "Masya Allah". Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Kahfi:
"Mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu "maa syaa-allaah, laa quwwata illa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tidak kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)." (QS. al-Kahfi:39)

Ucapan "Masya Allah" ini mengembalikan kekaguman kita kepada Allah Subahanahu wa Ta'ala. Bahwa semua yang kita kagumi itu terwujud atas kehendak Allah, bukan karena usaha kita atau orang tersebut. Dicontohkan dalam ayat tersebut, jika seseorang memasuki kebun, hendaklah mengucapkan "Masya Allah". Kekaguman atas indahnya kebun, ranumnya buah, lebatnya tanaman, dan berhasilnya perkebunan, semata-mata kebaikan-kebaikan itu atas kehendak Allah.

Sedangkan kalimat "Subahanallah" dalam Al Qur'an disebutkan lima kali. Yakni dalam surat Al Mu'minun ayat 91, Al Qashash ayat 68, Ash Shafat ayat 159, Ath Thur ayat 43 dan Al Hasyr ayat 23.

Dalam surat Al Mu'minun ayat 91 dan Ash Shafat ayat 159, kalimat "Subahanallah" digandengkan dengan "amma yashifuun" yang artinya Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan. Sedangkan ketiga ayat lainnya, kalimat "Subahanllah" digandengkan dengan "ammaa yusyrikuun" yang artinya Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Jadi, dalam Al Qur'an kalimat "Subahanallah" digunakan untuk menyatakan kesucian Allah dan menyangkal hal-hal negatif yang dituduhkan orang-orang musyrik.

Sedangkan dalam hadist, ucapan "Subahanallah" dipakai ketika seseorang heran terhadap sikap seseorang. Heran bukan kagum.
Misalnya ketika Abu Hurairah junub dan tidak mau berdekatan dengan Rasulullah yang suci. Rasulullah pun bersabda:
"Subahanalloh, sesunguhnya muslim itu tidak najis" (HR. Al Bukhari 279)

Rasulullah juga mengucapkan "Subahanallah" ketika ada seorang wanita yang menanyakan bagaimana cara membersihkan bekas haid setelah suci. Beliau menyarankan "Ambillah kapas yang diberi minyak wangi dan dibersihkan." Lalu wanita itu bertanya lagi "Bagaimana cara membersihkannya." Karena Rasulullah merasa malu untuk menjawab detail, beliau kemudian mengucapkan
"Subahanalloh.., ya kamu bersihkan pakai kapas itu." (HR. Al Bukhari 314 & Muslim 774)

Ucapan "Subahanallah" juga dipakai Rasulullah ketika ada peristiwa besar. Namun bukan dalam bentuk kekaguman. Misalnya dalam sabda Rasulullah:
"Subahanalloh, betapa banyak fitnah yang turun di malam ini" (HR. Al Bukhari 115)

Jadi, jangan sampai kita salah berucap lagi ketika takjub/kagum dengan kekuasaan Allah dan ketika kita heran/kaget dengan suatu kejadian yang negatif.

Semoga bermanfaat.


EmoticonEmoticon