Kami keluarga kecil yang baru belajar untuk hidup sendiri. Setengah tahun saya telah meninggalkan zona nyaman, dan 3 bulan kita mulai belajar menata hidup dalam rumah yang sederhana.
Banyak sekali yang dipikirkan untuk hidup bertiga dengan problematika tentang "uang", ya... UANG.
Uang = Rezeki. Dan kita selalu percaya kalau rezeki itu pasti ada. Walaupun pernah kita mengalami masa sulit itu.
Dimulai dari mencari rumah. Cukup satu minggu kita mendapat rumah yang diimpikan. Alhamdulillah orang tua kita mau membatu biaya uang muka yang bagi kami itu adalah mustahil. Uang muka yang menguras tabungan kami, tapi tidak, kami hanya kebagian 10% dari itu dan sisanya adalah bantuan ibu kita.
Bulan berikutnya kita masih dibuat pusing dengan yang namanya notaris, pasti uang lagi yang keluar. Dengan tabungan seadanya akhirnya masalah ini terselesaikan. Setelah itu kita tak mau tinggal dengan rumah yang masih belum tertata, dengan tidak ada aliran listrik ke lampu-lampu, aliran air, dapur, tempat cuci piring, dan suasana rumah yang belum di cat sesuai dengan keinginan kita. Ya, uang keluar lagi... kali ini dana lebih besar dan tak bisa diperhitungkan. Untung kita masih punya sisa tabungan dan tabungan si kecil. Keluarlah uang dari sana.
Setelah rampung semua, rumah impian kini sudah layak huni. Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan walaupun uang tabungan kita terkuras habis. Dan kini kita cukup memikirkan bagaimana kehidupan selanjutnya? Apa kita mampu untuk bertahan dengan pengeluaran tiap bulan yang cukup besar seperti cicilan rumah, belanja bulanan, arisan dan tentu saja makan sehari-hari. Karena gaji suami saya tidak cukup untuk itu semua, gajinya hanya cukup untuk cicilan rumah dan belanja bulanan saja.
Dibulan pertama tinggal dirumah impian, kita menjadi vegetarian. Memulai untuk hidup hemat, karena pemasukkan cuma dari suami. Penjualan kue yang kami kerjakan masih belum memenuhi target. Akhirnya kita putar otak untuk menghadapi masalah keuangan ini.
Kita adalah "team", dan kita harus lebih baik dari bulan berikutnya. Karena profesi saya bukan hanya ibu rumah tangga biasa, akhirnya kita berencana meningkatkan omset penjualan. Ya, penjualan kue yang sudah saya kerjakan dari dulu kini harus lebih besar omsetnya agar kita mendapat tambahan uang yang cukup.
Tiap hari kami harus bangun pagi bahkan dini hari agar kue yang kami buat itu "fresh", tiga macam kue yang kami kerjakan selalu selesai tepat waktu. Saya dan suami bekerja sama dalam hal ini, untuk si kecil biarkalah dia menikmati tidurnya agar dijam-jam saat dia bangun saya ada untuknya. Banyak halangan ketika kita memulai lagi usaha ini, mulai dari gas yang habis di jam 3 pagi, sampai setelah kue jadi, malah lupa tidak ada gula untuk garnisnya. Jadilah suami saya keluar pagi-pagi untuk membeli itu semua di swalayan 24 jam yang ada di pinggir kota. Mengeluh? tidak, malah kita mencari cara bagaimana ini tidak terjadi lagi.
Beberapa hari kemudian, saya mencoba untuk membuat es cream. Kenapa? karena anak saya sejak tinggal disini tidak makan es cream sama sekali, saya merasa kasihan ketika dia merengek minta es cream, tapi tak ada yang lewat (kasian...kasian...). Akhirnya ada ide untuk membuat es cream itu, karena ini berupa jajanan anak-anak, dan lewat saran suami es cream ini bisa dibawa ke sekolah akhirnya kami sepakat untuk menjual dan mulai membuatnya disiang hari.
Kita adalah "team", suami membantu anakpun ikut membantu. Si kecil yang tidak bisa diam ini memang suka membantu saya saat saya bekerja didapur. Mulai dari mengolesi loyang, mengaduk adonan, dan juga membuka kantong plastik, betapa lucunya dia. Kamipun begitu, disaat kami sibuk membungkus es cream, kami tidak hanya fokus pada itu saja, tapi juga fokus dengan pola bermain anak kami. Ada saja sela kita bisa bermain bersama.
Dengan adanya team yang hebat ini, akhirnya bertambahlah omset penjualan kami.
Team yang hebat bukan karena salah satu dari kami yang kuat dan yang dominan dalam masalah ini. Tapi karena kekuatan untuk bekerja sama dalam mencapai satu tujuan. Tidak ada bos, tidak ada anak buah. Selalu menghormati satu sama lain, suami, istri, anak, semua berperan, semua sama. Tidak ada saling menyalahkan, yang ada selalu mendukung dan berbagi saran agar penjualan ini semakin maju.
Alhamdulillah... Allah selalu melimpahkan kesehatan agar kami tetap beraktifitas seperti dulu kala. Semoga dengan bertambahnya rezeki yang diberikan Allah ini, semakin bertambah pula keimanan dan ketakwaan kita, karena hanya itu wujud terima kasih kita kepada Sang Pencipta Alam Semesta. Amiin :)
Baca juga:
Rezeki setelah Resign! Apa Cukup?
Takut Resign, Karena Masalah Keuangan? Cuma Bayangan Istri yang seperti ini!
2 komentar
Lanjutkan usaha nyatamu, ka.. Jadilah orang yang selalu menginspirasi orang lain..good job!
iya, terima kasih mbk :)
EmoticonEmoticon